Minggu, 31 Agustus 2014

MELATIH MENARI


ART JOG


FOTO TARI MERAK


Menjadi Guru Berkarakter melalui Pembelajaran di Kelas

Menjadi seorang Guru seharusnya merupakan panggilan jiwa yang hidup dan terus dihidupkan, terlepas dari kapan kesadaran akan panggilan itu terjadi.  Menjadi Guru memang memerlukan penerimaan dan kesadaran akan penerimaan yang merupakan pintu masuk yang akan membuka cakrawala dunia kehidupan melalui kelucuan, keceriaan, kejengkelan, rasa marah dan terkadang ketidak sukaan karena anak-anak, siswa dalam berfikir, bersikap, dan berbuat yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Semua guru harus dapat menerima dengan tulus peran dan tugasnya dalam kehidupan.
Kompetensi-kompetensi guru merupakan faktor yang membentuk suatu kesatuan yang menginspirasi dan mempengaruhi pada efektivitas peran dan tugas guru, meliputi:
1.    Kompetensi kepribadian, meliputi: beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik,  secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri.
2.    Kompetensi sosial adalah kemampuan guru yang meliputi: berkomunikasi lisan, tulis, isyarat yang santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.
3.    Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, yaitu meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
4.    Kompetensi professional, yaitu meliputi penguasaan: materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu, konsep dan metode dislipin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu. (Uhar Suhrsaputra, 2011: 7)

Guru berkarakter pasti yakin bahwa upaya untuk mencapai kebahagiaan adalah suatu usaha yang juga membahagiakan, dan menjalankan peran dan tugas sebagai pendidik. Kebahagiaan tak dapat dibangun dalam kebimbangan, tanpa keyakinan takkan mungkin kebahagiaan dapat dirasakan, dan semua itu hanya akan tumbuh kuat pada orang-orang yang berkarakter. Jadi guru berkarakter adalah guru yang berbahagia, guru yang dapat melampaui dari sekedar professional, guru yang tidak hanya punya keinginan akan masa depan, tapi juga punya tekad, upaya dan tindakan yang sungguh-sungguh untuk menjalankan peran dan tugasnya sebagai pendidik, sebagai perancang masa depan bangsa, sebagai pelayan dalam mengantarkan peserta didik pada masa yang akan datang.
Visi, misi, dan tujuan hidup pribadi menjadi bagian penting yang menginspirasi sikap dan perilaku dalam melaksanakan peran dan tugas sebagai guru, sehingga menjadi guru merupakan bagian penting yang mendominasi fikiran, perasaan, sikap dan perilaku sehingga membentuk karakter yang kuat dan meresap yang dapat mendorong kesuksesan dalam menjalankan peran dan tugas sebagai pendidik. Menjadi guru telah  menjadi bagian hidup yang mempribadi dalam kepribadian dan guru harus terus memperkuat komitmen profesi sebagai guru melalui refleksi terus menerus dengan berlandaskan pada arah kehidupan yang telah ditetapkan. Dengan terintegrasinya arah hidup dengan komitmen hidup dan komitmen profesi sebagai guru, maka akan tumbuh suatu kepribadian yang kuat dan terbentuklah karakter yang kuat, konsisten, konsekwen dalam menjalankan peran dan tugas guru.
Karakter Guru yang baik menurut pandangan Peserta didik:
a.    Member inspirasi, menjadi sumber inspirasi
b.    Simpati dan suka menolong, peduli dan membuat siswa merasa penting, ramah, mencintai/menyayangi siswa serta dapat membina hubungan  personal yang baik
c.    Mendorong untuk bekerja keras
d.   Komunikator yang baik
e.    Punya selera humor yang tinggi
f.     Sangat menguasai materi yang diajarkan
g.    Mau mendengarkan pendapat siswa
h.    Interaktif dan melibatkan emosi positif dalam pembelajaran
i.      Dislipin dan percaya diri
j.      Tidak mudah marah, emosi terkendali
k.    Pemecah masalah
l.      Bersikap fair/adil
m.  Berdedikasi pada pekerjaan sebagai guru
n.    Pemimpin dan teman yang baik

Karakter seorang Guru terhadap Peserta Didik:
1.    Siswa adalah manusia utuh, maka terimalah dia apa adanya
Guru tidak boleh memilih siswa sesuai dengan yang diinginkan, maka menerima keadaan siswa apa adanya merupakan sikap arif dan bijak, karena justru dengan demikian kemampuan dan daya upaya guru akan menentukan dalam membantu mereka menjadi dewasa secara moral, intelektual maupun sosial sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Oleh karena itu siswa adalah dengan segala aspek pribadi, sikap dan berbagai kemampuan yang telah ada dan dimiliki, namun semua bisa berubah dengan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan sebagai salah satu wahana proses yang penting untuk membantu mendorong perubahan.
2.    Perhatikanlah, pedulilah, dan tuluslah pada Peserta Didik
Kesadaran dan kerelaan menerima kenyataan bahwa interaksi dengan siswa sebagai suatu keseluruhan akan menumbuhkan perhatian (concern), rasa peduli (caring), rasa berbagi (sharing), dan kebaikan yang tulus (kindness). Perhatian, kepedulian, dan ketulusan yang diberikan kepada peserta didik dengan sungguh-sungguh akan menumbuhkan pemahaman itu maka fikiran, sikap dan perilaku guru akan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang baik.
3.    Berbagilah tanggung jawab dengan Peserta Didik
Mengertilah keinginan mereka agar peserta didik juga mengerti apa yang diinginkan guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran, berbincanglah dengan peserta didik, fahamilah pikiran, sikap, kepribadian dan latar belakang peserta didik agar guru makin tahu cara yang tepat mengajaknya bertanggungjawab terhadap pencapaian masa depan.
4.    Jadikanlah perbedaan sebagai kekayaan
Menerima perbedaan merupakan hal penting dalan berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa secara efektif. Seikap dan perilaku tersebut akan mendorong guru untuk memahami siswa dengan beremphati, guru dapat mengetahui apa, dan siapa siswa tanpa melakukan analisis dan penilaian, namun akan menggerakkan dan memberdayakan, dan dengan pemahaman serta perlakuan yang demikian maka dapat terwujud suatu interaksi yang produktif dalam proses pembelajaran.
5.    Tingkatkan mutu komunikasi edukatif
Komunikasi edukatif adalah komunikasi yang melibatkan  fikiran, perasaan dan perilaku yang dapat memberikan dampak pendidikan, pendewasaan dalam aspek intelektual, moral dan social, komunikasi edukatif mencakup interaksi di lingkungan sekolah dan lingkungan kelas serta banyak terjadi juga di lingkungan masyarakat ketika guru berte,u dalam suatu kegiatan tertentu.
6.    Masuklah ke kelas dengan senyum dan mengajarlah dengan efektif
Senyum menggambarkan kegembiraan, dan akan membawa efek gembira dan menyenangkan pada orang yang melihatnya, jadi guru menginginkan peserta didik belajar dengan baik dengan motivasi tingi. Ketika guru memasuki kelas dan mengawalinya dengan senyum, maka yakinlah bahwa hal itu akan membawa suasana emosi peserta didik dalam keadaan senang dan siap menerima apa yang akan kita lakukan bersama di kelas, proses pembelajaran akan berjalan efektif, mengajar juga akan lebih kondusif dalam mendorong penguasaan materi yang akan disampaikan sehingga guru berhasil menciptakan iklim kelas yang kondusif dan edukatif.
7.      Kemas dan silah perilaku produktif dalam pembelajaran
Tampilah dengan baik dan percaya diri, prima dan menarik, berbicaralah dengan jelas dan lancar, buat variasi pembelajaran. Ketahuilah nama-nama siswa yang ada dikelas agar jarak antara guru dan peserta didik terasa dekat dan peserta didik merasa diperhatikan. Berlakulah bijaksana, ajarilah bahwa peserta didik yang kita ajar memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda. Berusahalah selalu ceria di depan kelas, dan lakukan humor yang cerdas dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Kendalikan emosi, jangan mudah marah dikelas dan jangan mudah tersinggung karena perilaku siswa karena peserta didik yang kita ajar adalah remaja yang masih labil emosinya. Berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan siswa. Berlakulah jujur, jangan menyombongkan diri sendiri ketika mengajar, dan bersikap adil dalam memberikan penilaian pada siswa.
8.      Jadilah guru yang inspiratif
Tanamkan kemampuan dengan memberi inspirasi untuk menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran yang dijalani sebagai bagian yang harus diraih dengan kesungguhan untuk mendewasakan diri serta memperkuat mental, menumbuhkan harga diri, dan memperkuat kepercayaan diri peserta didik. Mendidik merupakan suatu proses menjauh dan mendekat antara apa yang guru fikirkan dan keinginan peserta didik serta meningkatkan hubungan yang inspiratif dengan dunia peserta didik.

Sumber:

Suharsaputra, Uhar.2011.Menjadi Guru Berkarakter.Yogyakarta: Paramita Publising.

TEORI MOTIVASI

Teori Motivasi McClelland & Teori Dua Faktor Hezberg
Pengertian Motivasi
Menurut Sondang P. Siagian sebagaimana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004:36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Soleh Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu
1.      Kemungkinan untuk berkembang,
2.      Jenis pekerjaan, dan
3.      Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagi dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen.
 Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.
Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi. Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.
Teori dan model motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.
David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1.      Motivasi untuk berprestasi (n-ACH)
2.      Motivasi untuk berkuasa (n-pow)
3.      Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)

Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland
David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
A.  Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
B.  Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
C.  Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:
a.       Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b.      Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
c.       Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).
Penelitian David Mcclelland
Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain. Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil. Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi – dibanding pekerjaan lain. Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang. Bagi individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.


Teori Dua Faktor Hezberg
Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya. Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).
Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :
1.    Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
2.    Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.
3.    Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
a.    Maintenance Factors
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
b.    Motivation Factors
Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :
a.       Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
b.      Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.
Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:
Ø  Teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.
Ø  Teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.
Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).
Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13). Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sumber:

TEORI MOTIVASI

Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
1.    Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; 
2.    Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; 
3.    Kebutuhan akan kasih sayang (love needs); 
4.    Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan 
5.    Atualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa:
·       Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; 
·       Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. 
·       Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

Sumber:


GERAK JALAN KECAMATAN SENTOLO


Jumat, 29 Agustus 2014

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

A.   Pengertian Teologi Kerukunan Agama Islam

Teologi kerukunan adalah suatu kerukunan antar-umat beragama yang didasarkan tidak saja pada kepentingan politik dan sosial yang temporal, tetapi didasarkan pada teologi, keyakinan bahwa Allah SWT mengajarkannya. Dalam ilmu teologi mencakup ilmu tentang Tuhan (ma’rifat al-mabda), ilmu tentang rasul (ma’rifat al-wasithah), dan ilmu tentang hari kemudian (ma’rifat al-ma’ad). Ilmu tentang Tuhan menyangkut hubungan tuhan dengan manusia, dan sebaliknya hubungan manusia dengan tuhan, dan termasuk di dalamnya hubungan antar manusia yang didasarkan pada norma dan nilai ketuhanan (rabbaniyah). Agama Islam telah mengisyaratkan bahwa harapan mengenai satu agama untuk seluruh umat manusia merupakan satu harapan yang tidak realistik. Islam dengan amat mengesankan telah mengajarkan sebuah konsep, suatu kebaikan yang dapat dinikmati segenap umat manusia, firman Allah SWT:
Kamu adalah umat terbaik, dilahirkan untuk segenap umat manusia, menyuruh orang berbuat baik dan melarang perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah. (QS. 3/Ali Imran:110)
Islam mengandung tiga arti, pertama, iman, kedua, berbuat baik, menjadi contoh bagi yang lain untuk melakukan perbuatan baik dan memiliki kemampuan melihat bahwa kebenaran akan menang, ketiga, menjauhkan diri dari kebatilan, menjadi contoh kepada orang lain untuk menjauhi kebatilandan kezaliman akan kalah. Kehadiran umat Islam, bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk seluruh umat manusia.
Orang beriman diharuskan menghargai dan menghormati semua Nabi utusan Allah, diharuskan bergaul dengan orang baik dengan umat lain, baik dalam tindakan, perkataan, maupun bertetangga dan saling mengunjungi. Pemerintah diwajibkan pula memelihara kehormatan semua umat beragama, memelihara hak hidupnya, memperbaiki masa depannya, sebagai mana pemerintah Islam itu memelihara, memperbaiki kehormatan, hak hidup, dan masa depan umat Islam sendiri.dengan kehadiran Iaslam, nonm,uslim tidak disingkirkan dengan geklanggang masyarakat, tidak dikebiri, baik hak maupun kewajibannya.

3
B.   Islam dan Pesan Teologi Kerukunan

Berikut ini nilai-nilai universal yang disepakati secara keseluruhan umat beragama yaitu:

1.      Persamaan, kehormatan, dan persaudaraan umat manusia.
2.      Nilai pendidikan universal dengan penekanan pada semangat penelitian bebas, dan pentingnya ilmu pengetahuan.
3.      Pelaksanaan toleransi beragama secara tulus.
4.      Pembebasan perempuan dan persamaan spiritualnya dengan pria.
5.      Pembebasan dari segala jenis perbudakan dan eksploitasi.
6.      Kemuliaan kerja kasar
7.      Integrasi manusia dalam satu peradaan kesatuan.
8.      Devaluasi segala bentuk kecongkakan dan kesombongan.
9.      Penolakan terhadap filsafat asketis.

Nilai etik universal telah diajarkan secara mengesankan oleh Islam. Islam juga mengajarkan kesatuan agama sebab agama datang dari Allah Yang Maha Esa, satu-satunya. Prinsip moral Islam ini memperkuat hubungan antar-anggota masyarakat, mempersatukan perasaan yang merupakan dasar kebajikan universal, dan mempersatukan kaidah-kaidah yang memaksa, yang sangat perlu bagi kehidupan.Islam mengajarkan kesatuan umst dan perikemanusiaan, yang menekankan perasaan kehormatan dan persaudaraan, pembebasan dari segala jenis perbudakan dan eksploitasi, devaluasikecongkakan dan kesombongan yang didasarkan pada superioritasras, warna kulit, kekayaan, dan kekuasaan.

C.   Aspek-aspek Ajaran Islam

Aspek ajaran-ajaran Islam yaitu pertama, sebagai disebut bahwa ajaran Islam telah disesuaikan dengan kebutuhan manusia, sehingga al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan asbab al-nuzul-nya. Kedua, kata akmaltu yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 3 ditafsirkan berbeda oleh para ulama. Mayoritas musafir salaf memahami kata

                                                                                                                                          4
itu sebagai penjelasan tentang sempurnanya daftar nama makanan yang dihalalkan dan diharamkan dalam Islam, bahkan Rasyid Ridha menginformasikan bahwa hanya Abu Ishaq al-Lakhmi al-Gharnathi yang menafsirkan kata itu sebagai kesempurnaan al-Qur’an dan Islam. Ketiga, apabila ajaran Islam telah lengkap dan terperinci, meliputi segala aspek kehidupan manusia di dunia.
Al-Qur’an sebagai ekspres terakhir dari kehendak Tuhan menjamin autentisitas dan kebenaran wahyu sebelumnya. Akan tetapi, tidak menjamin berlakunya, karena sebagian wahyu-wahyu tersebut telah habis masa berlakunya dengan datangnya Islam. Islam mengajarkan pula kesatuan kenabian. Semua Nabi adalah bersaudara. Tidak ada perbedaan di antara mereka dalam hal misi. Oleh karenanya Islam mewajibkan agar semua Nabi dan kebenaran misi yang dibawanya harus dipercayai. Firman Allah SWT:
Katakanlah (wahai orang-orang beriman): kami beriman kepada Allah dan kepada agama/wahyu yang diturunkan kepada kami serta yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq,Yaqub, dan anak cucu mereka, dan apa yang diwahyukan kepada Nabi Musa, Isa, dan Nabi-nabi lainnya dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka itu, dan kami tunduk dan patuh kepada Allah. (QS. 2/al-Baqarah: 136)

D.   Kerukunan Hidup Umat Beragama

Satu diantara kesulitan kemanusiaan sepanjang sejarah adalah perumusan strategi yang tepat untuk menciptakan suasana hidup rukun dan kreatif dalam suatu masyarakat majemuk tanpa masing-masing pihak merasa diperlakukan secara tidak adil, atau merasa dibatasi kebebasannya, suatu kebebasan yang inheren dalam struktur martabat manusia itu sendiri. Kerukunan hidup umat beragama dalam tiga kerukunan (trilogi kerukunan) :

a)                  Kerukunan intern umat beragama
b)                  Kerukunan antar-umat beragama
c)                  Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah

Prinsip kerukunan hidup umat beragama itu sebenarnya menyangkut hal-hal yang sangat rumit, karena berkaitan dengan segi-segi emosional dan perasaan mendalam dalam kehidupan

                                                                                                                                                5
manusia.Pelaksanaannya berjalan dengan baik bila masing-masing pemeluk agama mampu mencegah kemenangan emosi atas pertimbangan akal sehat.Umat Islam menerima konstitusi itu adalah atas pertimbangan nilai-nilainya yang dibenarkan ajaran Islam, bukan sekedar terpaksa.
Dalam mewujudkan hidup bersama secara harmonis, dikalangan penganut agama selalu terjadi dua bentuk sikap. Pertama, saling menghargai dan menghormati. Kedua, penghormatan terhadap orang yang menganut agama lain. Jika umat beragama bersungguh-sungguh mempelajari kitab sucinya, segera akan diketahuinya bahwa kitab-kitab suci mengajarkan adanya hubungan antar agama. Al-Qur’an menggagaskankeharmonisan antara manusia yang menganut agama yang berbeda, gagasan yang didasarkan pada kenyataan adanya akar keharmonitasdiantara agama-agama itu. Nabi Muhammad SAW mendaratkan gagasan itu secara tulus dan jujur, dua kata kunci bagi kelanggenganharmonitas kehidupan yang lural. Konsep tentang agama, khususnya untuk bermacam-macam bangsa, menjamin toleransi keagamaan.
Sikap umat beragama terhadap agama lain adalah pertama, pandangan umum dari para penganut agama yang menyatakan bahwa kebenaran mutlak hanya dimiliki agama sendiri. Adapun agama lain dipandang salah dan sesat. Pemahaman ini menyebabkan kesulitan dalam melihat peluang yang lain untuk hidup dan berkembang jika bukannya harus dimusnahkan. Kedua, sebagai sistem kepercayaan, agama tidak dapat diperbandingkan satu sama lain. Sebab orang yang akan melakukan perbandingan terlebih dahulu harus menjadi penganut agama yang ingin dibandingkannya agar dia dapat menangkap kebenaran agama yang ingin dibandingkannya. Ketiga, agama lain terdapat kebenaran. Namun selalu memprioritaskan agama sendiri. Keempat, semua agama merupakan jalan yang berbeda-beda, namun mengarah pada tujuan yang sama, yaitu kebenaran. Kelima, agama-agama memiliki nilai-nilai kepercayaan masing-masing.
Karena seringnya terusik keharmonitas antar umat beragama, maka muncul harapan akan kehadiran konsep beragama”yang baru”, lebih lapang, terbuka, penuh toleransi, dan kearifan, agar keraguan dan pesimisme terhadap kemampuan agama sebagai sumber pencerahan dan acuan praktis bagi masyarakat yang harmonis di masa yang akan datang dapat ditepis.



                                                                                                                   6
E.   Konflik antar Umat Beragama

Konflik yang terjadi selalu terasa baru bagi umat beragama.dalam banyak konflik kekerasan dan kerusuhan, agama (keberagamaan) acap kali diikutkan dan bahkan telah menjadi salah satu pemicunya. Agama tidak mengajarkan konflik dan kekerasan.Agama selalu mengajarkan perdamaian dan kerukunan. Jika hal itu terjadi dan melibatkan umat, maka agama bukan menjadi fakta utama, melainkan dijustifikasi untuk kepentingan dan faktor lain. Dalam masyarakat sperti Indonesia, agama dapat menjadi satu faktor pemersatu. Namun dalam beberapa hal, agama dapat juga dengan mudah disalah gunakan sebagai alat pemecah belah.Pemicu utama konflik antar agama lebih pada perebutan pengaruh politik dan ekonomi dari masing-masing pemeluknya. Upaya pemecahan konflik adalah:

a.       Umat beragama harus menampilkan agamanya, agama yang terbuka, yang mengandung ajaran (nilai) dasar dan memulai pandangannya bukan dengan perbedaan agama, tetapi dengan kesamaan dan kesatuan umat manusia.
b.      Umat beragama perlu dialog antar-agama secara terbuka, sebab dengan dialog antar-agama umat beragama antar akan menyaksikan unsur yang positif yang terdapat pada agama lain.
c.       Mengantisipasi konflik sosial yang bernuansa agama.
d.      Harmonisasi kehidupan antar umat beragama hendaknya tidak dijalankan atas desakan.
e.       Menegakkan keteladaan tokoh-toko lintas umat. Artinya para pemimpin bangsa dan agama diharapkan dapat bersama-sama memulihkan kepercayaan umat, melalui penegakan teologi kerukunan.

Agama akan dapat bertindak sebagai penyembuh bagi konflik sosial yang bernuansa agama, sehingga berjalan diatas toleransi dan harmonisasi. Media yang paling tepat untuk menggambarkan dan menerangkan Hakekat kemanusiaan tersebut adalah agama.Tuhan telah menciptakan manusia dalam keragaman dan dalam kesatuan, sehingga memungkinkan untuk menjalin toleransi antara keadaan bersatu dan kenyataan berbeda. Sifat kasih sayang Tuhan telah mendorongnya untuk mengajarkan agama kepada manusia sebagai wadah untuk

                                                                                                                                                7
menemukan dan mempertahankan kemanusiaannya. Kalau agama-agama ingin berperan dalam menjaga kebersamaan dan keselamatan masyarakat, maka umat beragama harus melakukan komunikasi yang aktif dan produktif agar keberadaan mereka menjadi cagar bagi keharmonitas kehidupan masyarakat.
            Pluralitas keberadaan dalam pandangan umat Islam merupakan kenyataan yang bersifat nushush( didasarkan pada firman dan sabda suci). Oleh karenanya, umat Islam dan lembaga-lembaga keagamaan, yang terdapat dikalangan umat Islam dalam pikiran, gagasan, program, dan tindakannya selalu mengedepankan komitmen pada terwujudnya perdamaian dan hamonitas intra-umat dan antar-umat. Agama Islam juga selalu harus ditampilkan dengan mengutamakan pendekatan toleransi ( tasamuh) dalam berkomunikasi dengan komunitas lain. Umat Islam memiliki kesadaran yang amat mendalam terhadap kemestian dialog peradaban dan interpendensi manusia dalam pinjam meminjam kebudayaan. Sebab hanya itulah peradaban menjadi milik bersama dan untuk kesejahteraan umat manusia. Cara beragama modern secara internal melahirkan cara beragama yang bijak, tidak kaku, dan tidak memandang kewajiban beragama sebagai sesuatu yang sesuai dengan fitrah dan membahagiakan. Sementara secara eksternal melahirkan cara beragam yang terbuka, lapang, akomodatif, dan selalu mengutamakan titik temu dalam membangun kehidupan yang lebih baik, harmonis, dan maju, sehingga keberagamaan menjadi rahmat bagi kehidupan yang plural.
Dalam buku ini terdapat beberapa kata-kata yang digunakan sulit untuk dimengerti. Tetapi dengan buku ini, dapat mengajarkan kita untuk menjaga kerukunan antar umat manusia. Sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami dan membuat buku tentang toleransi atau kerukunan khususnya dalam agama islam. kita harus membaca buku ini  agar kita dapat menegakkan kerukunan dalam beretika untuk memperkukuh harmonitas kehidupan masyarakat.

F.    Cara Beragama yang Moderat

Cara beragama yang moderat yaitu, pertama, adanya perintah setiap agama untuk memuliakan manusia. Kedua, kesadaran akan adanya kesatuan Ketuhanan, kenabian, kemanusiaan. Ketiga, adanya kesadaran akan kenyataan bahwa warga bangsa di dunia

                                                                                                                                                8

kebanyakan membangun kehidupan dan kebangsaan dengan kenyataan yang plural dan multicultural.Cara beragama yang moderat ditandai dengan sikapnya yang selalu ingin membuktikan agar agamanya menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, selalu mencari titik temu dari keberagamaan yang pluralis dan multikulturalis, serta selalu ingin mengajak pihak lain untuk memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, kesejahteraan, dan masa depan bersama yang lebih baik. Penegakanteologi kerukunan berbagai diskusi, pengajian, dan penyuluhan-penyuluhan keagamaan di kalangan muslim. Umat Islan juga menyadari bahwa tidak dapat disamakan semua agama dalam batas-batas kesadaran pluralitas tampaknya harus diletakkan sebagai usaha untuk menjaga ‘etika kerukunan’. Sebab tanggung jawab untuk menjalankan kerukunan yang benar dan menyelamatkan bagi semua pemeluk agama disadari sebagai tugas profetik para ulama dan pemuka-pemuka. Hal ini dilakukan karena disadari bahwa penegakan kerukunan, perdamaian, harmonitas atau tasamuh jika dijalankan secara benar diyakiniakan dapat membawa dan mempercepat seseorang masuk kedalam surga.