Minggu, 31 Agustus 2014
Menjadi Guru Berkarakter melalui Pembelajaran di Kelas
Menjadi seorang Guru
seharusnya merupakan panggilan jiwa yang hidup dan terus dihidupkan, terlepas
dari kapan kesadaran akan panggilan itu terjadi. Menjadi Guru memang memerlukan penerimaan dan
kesadaran akan penerimaan yang merupakan pintu masuk yang akan membuka
cakrawala dunia kehidupan melalui kelucuan, keceriaan, kejengkelan, rasa marah
dan terkadang ketidak sukaan karena anak-anak, siswa dalam berfikir, bersikap,
dan berbuat yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Semua guru harus
dapat menerima dengan tulus peran dan tugasnya dalam kehidupan.
Kompetensi-kompetensi
guru merupakan faktor yang membentuk suatu kesatuan yang menginspirasi dan
mempengaruhi pada efektivitas peran dan tugas guru, meliputi:
1. Kompetensi
kepribadian, meliputi: beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, arif dan
bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif,
menjadi teladan bagi peserta didik,
secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri.
2. Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru yang meliputi: berkomunikasi lisan, tulis, isyarat
yang santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.
3. Kompetensi
paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, yaitu
meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap
peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
4. Kompetensi
professional, yaitu meliputi penguasaan: materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran,
dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu, konsep dan metode dislipin
keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi
atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau
kelompok mata pelajaran yang akan diampu. (Uhar Suhrsaputra, 2011: 7)
Guru berkarakter pasti
yakin bahwa upaya untuk mencapai kebahagiaan adalah suatu usaha yang juga
membahagiakan, dan menjalankan peran dan tugas sebagai pendidik. Kebahagiaan
tak dapat dibangun dalam kebimbangan, tanpa keyakinan takkan mungkin
kebahagiaan dapat dirasakan, dan semua itu hanya akan tumbuh kuat pada
orang-orang yang berkarakter. Jadi guru berkarakter adalah guru yang
berbahagia, guru yang dapat melampaui dari sekedar professional, guru yang
tidak hanya punya keinginan akan masa depan, tapi juga punya tekad, upaya dan
tindakan yang sungguh-sungguh untuk menjalankan peran dan tugasnya sebagai
pendidik, sebagai perancang masa depan bangsa, sebagai pelayan dalam
mengantarkan peserta didik pada masa yang akan datang.
Visi, misi, dan tujuan
hidup pribadi menjadi bagian penting yang menginspirasi sikap dan perilaku
dalam melaksanakan peran dan tugas sebagai guru, sehingga menjadi guru
merupakan bagian penting yang mendominasi fikiran, perasaan, sikap dan perilaku
sehingga membentuk karakter yang kuat dan meresap yang dapat mendorong
kesuksesan dalam menjalankan peran dan tugas sebagai pendidik. Menjadi guru
telah menjadi bagian hidup yang
mempribadi dalam kepribadian dan guru harus terus memperkuat komitmen profesi
sebagai guru melalui refleksi terus menerus dengan berlandaskan pada arah
kehidupan yang telah ditetapkan. Dengan terintegrasinya arah hidup dengan
komitmen hidup dan komitmen profesi sebagai guru, maka akan tumbuh suatu
kepribadian yang kuat dan terbentuklah karakter yang kuat, konsisten, konsekwen
dalam menjalankan peran dan tugas guru.
Karakter Guru yang baik menurut pandangan Peserta
didik:
a. Member
inspirasi, menjadi sumber inspirasi
b. Simpati
dan suka menolong, peduli dan membuat siswa merasa penting, ramah, mencintai/menyayangi
siswa serta dapat membina hubungan
personal yang baik
c. Mendorong
untuk bekerja keras
d. Komunikator
yang baik
e. Punya
selera humor yang tinggi
f. Sangat
menguasai materi yang diajarkan
g. Mau
mendengarkan pendapat siswa
h. Interaktif
dan melibatkan emosi positif dalam pembelajaran
i. Dislipin
dan percaya diri
j. Tidak
mudah marah, emosi terkendali
k. Pemecah
masalah
l. Bersikap
fair/adil
m. Berdedikasi
pada pekerjaan sebagai guru
n. Pemimpin
dan teman yang baik
Karakter seorang Guru terhadap Peserta
Didik:
1. Siswa
adalah manusia utuh, maka terimalah dia apa adanya
Guru
tidak boleh memilih siswa sesuai dengan yang diinginkan, maka menerima keadaan
siswa apa adanya merupakan sikap arif dan bijak, karena justru dengan demikian
kemampuan dan daya upaya guru akan menentukan dalam membantu mereka menjadi
dewasa secara moral, intelektual maupun sosial sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pembelajaran. Oleh karena itu siswa adalah dengan segala aspek pribadi,
sikap dan berbagai kemampuan yang telah ada dan dimiliki, namun semua bisa
berubah dengan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan sebagai salah satu
wahana proses yang penting untuk membantu mendorong perubahan.
2. Perhatikanlah,
pedulilah, dan tuluslah pada Peserta Didik
Kesadaran
dan kerelaan menerima kenyataan bahwa interaksi dengan siswa sebagai suatu
keseluruhan akan menumbuhkan perhatian (concern), rasa peduli (caring), rasa
berbagi (sharing), dan kebaikan yang tulus (kindness). Perhatian, kepedulian,
dan ketulusan yang diberikan kepada peserta didik dengan sungguh-sungguh akan
menumbuhkan pemahaman itu maka fikiran, sikap dan perilaku guru akan menjadikan
peserta didik menjadi pribadi yang baik.
3. Berbagilah
tanggung jawab dengan Peserta Didik
Mengertilah keinginan mereka agar
peserta didik juga mengerti apa yang diinginkan guru dalam proses pendidikan
dan pembelajaran, berbincanglah dengan peserta didik, fahamilah pikiran, sikap,
kepribadian dan latar belakang peserta didik agar guru makin tahu cara yang
tepat mengajaknya bertanggungjawab terhadap pencapaian masa depan.
4. Jadikanlah
perbedaan sebagai kekayaan
Menerima perbedaan merupakan hal
penting dalan berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa secara efektif.
Seikap dan perilaku tersebut akan mendorong guru untuk memahami siswa dengan
beremphati, guru dapat mengetahui apa, dan siapa siswa tanpa melakukan analisis
dan penilaian, namun akan menggerakkan dan memberdayakan, dan dengan pemahaman
serta perlakuan yang demikian maka dapat terwujud suatu interaksi yang
produktif dalam proses pembelajaran.
5. Tingkatkan
mutu komunikasi edukatif
Komunikasi edukatif adalah
komunikasi yang melibatkan fikiran,
perasaan dan perilaku yang dapat memberikan dampak pendidikan, pendewasaan
dalam aspek intelektual, moral dan social, komunikasi edukatif mencakup interaksi
di lingkungan sekolah dan lingkungan kelas serta banyak terjadi juga di
lingkungan masyarakat ketika guru berte,u dalam suatu kegiatan tertentu.
6. Masuklah
ke kelas dengan senyum dan mengajarlah dengan efektif
Senyum menggambarkan kegembiraan,
dan akan membawa efek gembira dan menyenangkan pada orang yang melihatnya, jadi
guru menginginkan peserta didik belajar dengan baik dengan motivasi tingi.
Ketika guru memasuki kelas dan mengawalinya dengan senyum, maka yakinlah bahwa
hal itu akan membawa suasana emosi peserta didik dalam keadaan senang dan siap
menerima apa yang akan kita lakukan bersama di kelas, proses pembelajaran akan
berjalan efektif, mengajar juga akan lebih kondusif dalam mendorong penguasaan
materi yang akan disampaikan sehingga guru berhasil menciptakan iklim kelas
yang kondusif dan edukatif.
7.
Kemas dan silah perilaku produktif dalam
pembelajaran
Tampilah
dengan baik dan percaya diri, prima dan menarik, berbicaralah dengan jelas dan
lancar, buat variasi pembelajaran. Ketahuilah nama-nama siswa yang ada dikelas
agar jarak antara guru dan peserta didik terasa dekat dan peserta didik merasa
diperhatikan. Berlakulah bijaksana, ajarilah bahwa peserta didik yang kita ajar
memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda. Berusahalah selalu ceria di
depan kelas, dan lakukan humor yang cerdas dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas. Kendalikan emosi, jangan mudah marah dikelas dan jangan mudah
tersinggung karena perilaku siswa karena peserta didik yang kita ajar adalah
remaja yang masih labil emosinya. Berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan
siswa. Berlakulah jujur, jangan menyombongkan diri sendiri ketika mengajar, dan
bersikap adil dalam memberikan penilaian pada siswa.
8.
Jadilah guru yang inspiratif
Tanamkan
kemampuan dengan memberi inspirasi untuk menjadikan proses pendidikan dan
pembelajaran yang dijalani sebagai bagian yang harus diraih dengan kesungguhan
untuk mendewasakan diri serta memperkuat mental, menumbuhkan harga diri, dan
memperkuat kepercayaan diri peserta didik. Mendidik merupakan suatu proses menjauh
dan mendekat antara apa yang guru fikirkan dan keinginan peserta didik serta
meningkatkan hubungan yang inspiratif dengan dunia peserta didik.
Sumber:
Suharsaputra,
Uhar.2011.Menjadi Guru Berkarakter.Yogyakarta: Paramita Publising.
TEORI MOTIVASI
Teori Motivasi McClelland & Teori Dua Faktor Hezberg
Pengertian Motivasi
Menurut
Sondang P. Siagian sebagaimana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004:36) menyatakan
bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau
ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian
tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Soleh
Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu
1. Kemungkinan untuk
berkembang,
2. Jenis pekerjaan, dan
3. Apakah mereka dapat
merasa bangga menjadi bagi dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Disamping itu ada
beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa
aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja
yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari
manajemen.
Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan
keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja
yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap
pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.
Pada dasarnya motivasi
individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat
mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu
yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi. Disamping itu ada
beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa
aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja
yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari
manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan
yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan,
kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan
perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.
Teori dan model
motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta
advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara
luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick
Herzberg.
David McClelland dikenal
menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving
Society”:
1. Motivasi untuk
berprestasi (n-ACH)
2. Motivasi untuk berkuasa
(n-pow)
3. Motivasi untuk
berafiliasi/bersahabat (n-affil)
Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland
David
McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment
Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk
mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya
McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial,
bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau
dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori
ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment),
kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini
ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa
karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi
tersebut.
A. Kebutuhan akan prestasi
(n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli,
berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.
Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan
dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan
orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi,
keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan
mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. n-ACH adalah motivasi untuk
berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya,
pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan
dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai
bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
B. Kebutuhan akan kekuasaan
(n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan
berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow
terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan
kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
C. Kebutuhan untuk
berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar
pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai
hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain.
Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam
pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. McClelland mengatakan
bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya
akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi. Karakteristik
dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:
a. Pencapaian adalah lebih
penting daripada materi.
b. Mencapai tujuan atau
tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian
atau pengakuan.
c. Umpan balik sangat
penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan,
kuantitatif dan faktual).
Penelitian David
Mcclelland
Penelitian McClelland
terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi
berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para
usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain. Kewirausahaan
adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan
sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah
kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan
menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana,
2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto,
1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak
terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan
yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta
pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil. Ciri
lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari
martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk
taker dimaksudkan bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu
menghitung risiko yang akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia
membuat keputusan dalam keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang
moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah
seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland
(1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu
besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada
prestasi – dibanding pekerjaan lain. Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi
atau pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang
panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama waktu yang penting,
namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang. Bagi
individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan
masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu
cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
Dari penelitiannya,
McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan
prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum
terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang
yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka
tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah
jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.
Teori Dua Faktor Hezberg
Frederick
Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua
faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi
dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan
kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan
bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan
tingkat tingginya. Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan,
administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan
karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan
terpuaskan (Robbins,2001:170).
Menurut
hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam
memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :
1. Hal-hal yang mendorong
karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi,
bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya
pengakuan atas semua itu.
2. Hal-hal yang
mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel
saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain
sejenisnya.
3. Karyawan akan kecewa
bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada
lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
a. Maintenance Factors
Adalah
faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan
yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik
nol setelah dipenuhi.
b. Motivation Factors
Adalah
faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan
sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
Penerapan
Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi Dalam kehidupan organisasi,
pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun
motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh
Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :
a. Motivasi sebagai suatu
yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya
dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama
dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi
kepada bawahan.
b. Motivasi sebagai suatu
yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan
diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus
mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori
motivasi yang berbeda satu sama lain.
Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah
yang dikemukakan oleh Herzberg:
Ø Teori yang dikembangkan
oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di
tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro
yaitu untuk manusia pada umumnya.
Ø Teori Herzberg lebih
eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan
antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh
Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki
kebutuhan menurut Maslow.
Teori Herzberg
memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi
karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan
Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan.
Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan
(Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Berdasarkan hasil
penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai
Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge,
1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi
pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga
dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang
juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.
Teori Herzberg ini
melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor
intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang,
dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang,
terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara
intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas
dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu
diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan
hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh
faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh
organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang
diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).
Adapun yang merupakan
faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it
self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement),
pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor
hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk
berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat
memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,
faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway &
Lodge, 1995 : 139).
Sedangkan faktor
motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna
mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat
tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi
daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam
Timpe, 1999 : 13). Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan
sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan
kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang
mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi
kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Sumber:
TEORI MOTIVASI
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang
dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan
fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar,
haus, istirahat dan sex;
2. Kebutuhan rasa
aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan
tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
3. Kebutuhan akan kasih
sayang (love needs);
4. Kebutuhan akan harga
diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan
5. Atualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang
disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk
dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam
kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan
dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama
diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow.
Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi
berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep
tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak
akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan-
sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi;
yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,
demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan
bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan
dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan
karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa:
·
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan
timbul lagi di waktu yang akan datang;
·
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik,
bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam
pemuasannya.
·
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”
dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat
sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow
tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah
memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang
berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Sumber:
Jumat, 29 Agustus 2014
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
A.
Pengertian
Teologi Kerukunan Agama Islam
Teologi kerukunan
adalah suatu kerukunan antar-umat beragama yang didasarkan tidak saja pada
kepentingan politik dan sosial yang temporal, tetapi didasarkan pada teologi,
keyakinan bahwa Allah SWT mengajarkannya. Dalam ilmu teologi mencakup ilmu
tentang Tuhan (ma’rifat al-mabda), ilmu tentang rasul (ma’rifat al-wasithah),
dan ilmu tentang hari kemudian (ma’rifat al-ma’ad). Ilmu tentang Tuhan
menyangkut hubungan tuhan dengan manusia, dan sebaliknya hubungan manusia
dengan tuhan, dan termasuk di dalamnya hubungan antar manusia yang didasarkan
pada norma dan nilai ketuhanan (rabbaniyah). Agama Islam telah mengisyaratkan
bahwa harapan mengenai satu agama untuk seluruh umat manusia merupakan satu
harapan yang tidak realistik. Islam dengan amat mengesankan telah mengajarkan
sebuah konsep, suatu kebaikan yang dapat dinikmati segenap umat manusia, firman
Allah SWT:
Kamu
adalah umat terbaik, dilahirkan untuk
segenap umat manusia, menyuruh orang berbuat baik dan melarang perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah.
(QS. 3/Ali Imran:110)
Islam mengandung tiga
arti, pertama, iman, kedua, berbuat baik, menjadi contoh bagi
yang lain untuk melakukan perbuatan baik dan memiliki kemampuan melihat bahwa
kebenaran akan menang, ketiga,
menjauhkan diri dari kebatilan, menjadi contoh kepada orang lain untuk menjauhi
kebatilandan kezaliman akan kalah. Kehadiran umat Islam, bukan hanya untuk
dirinya sendiri melainkan untuk seluruh umat manusia.
Orang beriman
diharuskan menghargai dan menghormati semua Nabi utusan Allah, diharuskan
bergaul dengan orang baik dengan umat lain, baik dalam tindakan, perkataan,
maupun bertetangga dan saling mengunjungi. Pemerintah diwajibkan pula
memelihara kehormatan semua umat beragama, memelihara hak hidupnya, memperbaiki
masa depannya, sebagai mana pemerintah Islam itu memelihara, memperbaiki
kehormatan, hak hidup, dan masa depan umat Islam sendiri.dengan kehadiran
Iaslam, nonm,uslim tidak disingkirkan dengan geklanggang masyarakat, tidak
dikebiri, baik hak maupun kewajibannya.
3
B. Islam dan Pesan Teologi Kerukunan
Berikut ini nilai-nilai
universal yang disepakati secara keseluruhan umat beragama yaitu:
1.
Persamaan, kehormatan, dan persaudaraan
umat manusia.
2.
Nilai pendidikan universal dengan
penekanan pada semangat penelitian bebas, dan pentingnya ilmu pengetahuan.
3.
Pelaksanaan toleransi beragama secara
tulus.
4.
Pembebasan perempuan dan persamaan
spiritualnya dengan pria.
5.
Pembebasan dari segala jenis perbudakan
dan eksploitasi.
6.
Kemuliaan kerja kasar
7.
Integrasi manusia dalam satu peradaan
kesatuan.
8.
Devaluasi segala bentuk kecongkakan dan
kesombongan.
9.
Penolakan terhadap filsafat asketis.
Nilai etik universal
telah diajarkan secara mengesankan oleh Islam. Islam juga mengajarkan kesatuan
agama sebab agama datang dari Allah Yang Maha Esa, satu-satunya. Prinsip moral
Islam ini memperkuat hubungan antar-anggota masyarakat, mempersatukan perasaan
yang merupakan dasar kebajikan universal, dan mempersatukan kaidah-kaidah yang
memaksa, yang sangat perlu bagi kehidupan.Islam mengajarkan kesatuan umst dan
perikemanusiaan, yang menekankan perasaan kehormatan dan persaudaraan,
pembebasan dari segala jenis perbudakan dan eksploitasi, devaluasikecongkakan
dan kesombongan yang didasarkan pada superioritasras, warna kulit, kekayaan,
dan kekuasaan.
C. Aspek-aspek Ajaran Islam
Aspek ajaran-ajaran
Islam yaitu pertama, sebagai disebut
bahwa ajaran Islam telah disesuaikan dengan kebutuhan manusia, sehingga
al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan asbab al-nuzul-nya. Kedua, kata akmaltu yang terdapat dalam
surat al-Maidah ayat 3 ditafsirkan berbeda oleh para ulama. Mayoritas musafir
salaf memahami kata
4
itu sebagai penjelasan tentang
sempurnanya daftar nama makanan yang dihalalkan dan diharamkan dalam Islam,
bahkan Rasyid Ridha menginformasikan bahwa hanya Abu Ishaq al-Lakhmi
al-Gharnathi yang menafsirkan kata itu sebagai kesempurnaan al-Qur’an dan
Islam. Ketiga, apabila ajaran Islam
telah lengkap dan terperinci, meliputi segala aspek kehidupan manusia di dunia.
Al-Qur’an sebagai
ekspres terakhir dari kehendak Tuhan menjamin autentisitas dan kebenaran wahyu
sebelumnya. Akan tetapi, tidak menjamin berlakunya, karena sebagian wahyu-wahyu
tersebut telah habis masa berlakunya dengan datangnya Islam. Islam mengajarkan
pula kesatuan kenabian. Semua Nabi adalah bersaudara. Tidak ada perbedaan di
antara mereka dalam hal misi. Oleh karenanya Islam mewajibkan agar semua Nabi
dan kebenaran misi yang dibawanya harus dipercayai. Firman Allah SWT:
Katakanlah
(wahai orang-orang beriman): kami beriman kepada Allah dan kepada agama/wahyu
yang diturunkan kepada kami serta yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Ismail,
Ishaq,Yaqub, dan anak cucu mereka, dan apa yang diwahyukan kepada Nabi Musa,
Isa, dan Nabi-nabi lainnya dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun di antara mereka itu, dan kami tunduk dan patuh
kepada Allah. (QS. 2/al-Baqarah: 136)
D. Kerukunan Hidup Umat Beragama
Satu diantara kesulitan
kemanusiaan sepanjang sejarah adalah perumusan strategi yang tepat untuk
menciptakan suasana hidup rukun dan kreatif dalam suatu masyarakat majemuk
tanpa masing-masing pihak merasa diperlakukan secara tidak adil, atau merasa
dibatasi kebebasannya, suatu kebebasan yang inheren dalam struktur martabat
manusia itu sendiri. Kerukunan hidup umat beragama dalam tiga kerukunan
(trilogi kerukunan) :
a)
Kerukunan intern umat beragama
b)
Kerukunan antar-umat beragama
c)
Kerukunan antar umat beragama dengan
pemerintah
Prinsip kerukunan hidup
umat beragama itu sebenarnya menyangkut hal-hal yang sangat rumit, karena
berkaitan dengan segi-segi emosional dan perasaan mendalam dalam kehidupan
5
manusia.Pelaksanaannya berjalan dengan
baik bila masing-masing pemeluk agama mampu mencegah kemenangan emosi atas
pertimbangan akal sehat.Umat Islam menerima konstitusi itu adalah atas
pertimbangan nilai-nilainya yang dibenarkan ajaran Islam, bukan sekedar
terpaksa.
Dalam mewujudkan hidup
bersama secara harmonis, dikalangan penganut agama selalu terjadi dua bentuk
sikap. Pertama, saling menghargai dan menghormati. Kedua, penghormatan terhadap
orang yang menganut agama lain. Jika umat beragama bersungguh-sungguh
mempelajari kitab sucinya, segera akan diketahuinya bahwa kitab-kitab suci
mengajarkan adanya hubungan antar agama. Al-Qur’an menggagaskankeharmonisan
antara manusia yang menganut agama yang berbeda, gagasan yang didasarkan pada
kenyataan adanya akar keharmonitasdiantara agama-agama itu. Nabi Muhammad SAW
mendaratkan gagasan itu secara tulus dan jujur, dua kata kunci bagi
kelanggenganharmonitas kehidupan yang lural. Konsep tentang agama, khususnya
untuk bermacam-macam bangsa, menjamin toleransi keagamaan.
Sikap umat beragama
terhadap agama lain adalah pertama, pandangan umum dari para penganut agama
yang menyatakan bahwa kebenaran mutlak hanya dimiliki agama sendiri. Adapun
agama lain dipandang salah dan sesat. Pemahaman ini menyebabkan kesulitan dalam
melihat peluang yang lain untuk hidup dan berkembang jika bukannya harus
dimusnahkan. Kedua, sebagai sistem kepercayaan, agama tidak dapat
diperbandingkan satu sama lain. Sebab orang yang akan melakukan perbandingan
terlebih dahulu harus menjadi penganut agama yang ingin dibandingkannya agar
dia dapat menangkap kebenaran agama yang ingin dibandingkannya. Ketiga, agama
lain terdapat kebenaran. Namun selalu memprioritaskan agama sendiri. Keempat,
semua agama merupakan jalan yang berbeda-beda, namun mengarah pada tujuan yang
sama, yaitu kebenaran. Kelima, agama-agama memiliki nilai-nilai kepercayaan
masing-masing.
Karena seringnya
terusik keharmonitas antar umat beragama, maka muncul harapan akan kehadiran
konsep beragama”yang baru”, lebih lapang, terbuka, penuh toleransi, dan
kearifan, agar keraguan dan pesimisme terhadap kemampuan agama sebagai sumber
pencerahan dan acuan praktis bagi masyarakat yang harmonis di masa yang akan
datang dapat ditepis.
6
E. Konflik antar Umat Beragama
Konflik yang terjadi
selalu terasa baru bagi umat beragama.dalam banyak konflik kekerasan dan
kerusuhan, agama (keberagamaan) acap kali diikutkan dan bahkan telah menjadi
salah satu pemicunya. Agama tidak mengajarkan konflik dan kekerasan.Agama
selalu mengajarkan perdamaian dan kerukunan. Jika hal itu terjadi dan
melibatkan umat, maka agama bukan menjadi fakta utama, melainkan dijustifikasi
untuk kepentingan dan faktor lain. Dalam masyarakat sperti Indonesia, agama
dapat menjadi satu faktor pemersatu. Namun dalam beberapa hal, agama dapat juga
dengan mudah disalah gunakan sebagai alat pemecah belah.Pemicu utama konflik
antar agama lebih pada perebutan pengaruh politik dan ekonomi dari
masing-masing pemeluknya. Upaya pemecahan konflik adalah:
a.
Umat beragama harus menampilkan
agamanya, agama yang terbuka, yang mengandung ajaran (nilai) dasar dan memulai
pandangannya bukan dengan perbedaan agama, tetapi dengan kesamaan dan kesatuan
umat manusia.
b.
Umat beragama perlu dialog antar-agama
secara terbuka, sebab dengan dialog antar-agama umat beragama antar akan
menyaksikan unsur yang positif yang terdapat pada agama lain.
c.
Mengantisipasi konflik sosial yang
bernuansa agama.
d.
Harmonisasi kehidupan antar umat
beragama hendaknya tidak dijalankan atas desakan.
e.
Menegakkan keteladaan tokoh-toko lintas
umat. Artinya para pemimpin bangsa dan agama diharapkan dapat bersama-sama
memulihkan kepercayaan umat, melalui penegakan teologi kerukunan.
Agama akan dapat
bertindak sebagai penyembuh bagi konflik sosial yang bernuansa agama, sehingga
berjalan diatas toleransi dan harmonisasi. Media yang paling tepat untuk
menggambarkan dan menerangkan Hakekat kemanusiaan tersebut adalah agama.Tuhan
telah menciptakan manusia dalam keragaman dan dalam kesatuan, sehingga
memungkinkan untuk menjalin toleransi antara keadaan bersatu dan kenyataan
berbeda. Sifat kasih sayang Tuhan telah mendorongnya untuk mengajarkan agama
kepada manusia sebagai wadah untuk
7
menemukan dan mempertahankan
kemanusiaannya. Kalau agama-agama ingin berperan dalam menjaga kebersamaan dan
keselamatan masyarakat, maka umat beragama harus melakukan komunikasi yang
aktif dan produktif agar keberadaan mereka menjadi cagar bagi keharmonitas
kehidupan masyarakat.
Pluralitas
keberadaan dalam pandangan umat Islam merupakan kenyataan yang bersifat
nushush( didasarkan pada firman dan sabda suci). Oleh karenanya, umat Islam dan
lembaga-lembaga keagamaan, yang terdapat dikalangan umat Islam dalam pikiran,
gagasan, program, dan tindakannya selalu mengedepankan komitmen pada
terwujudnya perdamaian dan hamonitas intra-umat dan antar-umat. Agama Islam
juga selalu harus ditampilkan dengan mengutamakan pendekatan toleransi (
tasamuh) dalam berkomunikasi dengan komunitas lain. Umat Islam memiliki
kesadaran yang amat mendalam terhadap kemestian dialog peradaban dan interpendensi
manusia dalam pinjam meminjam kebudayaan. Sebab hanya itulah peradaban menjadi
milik bersama dan untuk kesejahteraan umat manusia. Cara beragama modern secara
internal melahirkan cara beragama yang bijak, tidak kaku, dan tidak memandang
kewajiban beragama sebagai sesuatu yang sesuai dengan fitrah dan membahagiakan.
Sementara secara eksternal melahirkan cara beragam yang terbuka, lapang, akomodatif,
dan selalu mengutamakan titik temu dalam membangun kehidupan yang lebih baik,
harmonis, dan maju, sehingga keberagamaan menjadi rahmat bagi kehidupan yang
plural.
Dalam buku ini terdapat
beberapa kata-kata yang digunakan sulit untuk dimengerti. Tetapi dengan buku
ini, dapat mengajarkan kita untuk menjaga kerukunan antar umat manusia. Sebaiknya
menggunakan kata-kata yang mudah dipahami dan membuat buku tentang toleransi
atau kerukunan khususnya dalam agama islam. kita harus membaca buku ini agar kita dapat menegakkan kerukunan dalam
beretika untuk memperkukuh harmonitas kehidupan masyarakat.
F. Cara Beragama yang Moderat
Cara beragama yang
moderat yaitu, pertama, adanya perintah setiap agama untuk memuliakan manusia.
Kedua, kesadaran akan adanya kesatuan Ketuhanan, kenabian, kemanusiaan. Ketiga,
adanya kesadaran akan kenyataan bahwa warga bangsa di dunia
8
kebanyakan membangun kehidupan dan
kebangsaan dengan kenyataan yang plural dan multicultural.Cara beragama yang
moderat ditandai dengan sikapnya yang selalu ingin membuktikan agar agamanya
menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, selalu mencari titik temu dari
keberagamaan yang pluralis dan multikulturalis, serta selalu ingin mengajak
pihak lain untuk memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, kesejahteraan, dan masa
depan bersama yang lebih baik. Penegakanteologi kerukunan berbagai diskusi, pengajian,
dan penyuluhan-penyuluhan keagamaan di kalangan muslim. Umat Islan juga
menyadari bahwa tidak dapat disamakan semua agama dalam batas-batas kesadaran
pluralitas tampaknya harus diletakkan sebagai usaha untuk menjaga ‘etika
kerukunan’. Sebab tanggung jawab untuk menjalankan kerukunan yang benar dan
menyelamatkan bagi semua pemeluk agama disadari sebagai tugas profetik para
ulama dan pemuka-pemuka. Hal ini dilakukan karena disadari bahwa penegakan
kerukunan, perdamaian, harmonitas atau tasamuh jika dijalankan secara benar
diyakiniakan dapat membawa dan mempercepat seseorang masuk kedalam surga.
Langganan:
Postingan (Atom)